Jumat, 08 Februari 2008

IMPLEMENTASI UU SISTEM PENYULUHAN DALAM PENGEMBANGAN PERTANIAN BERKELANJUTAN

IMPLEMENTASI UU SISTEM PENYULUHAN DALAM PENGEMBANGAN PERTANIAN BERKELANJUTAN

Oleh:

DR.Ir. Sunarru Samsi Hariadi

Ketua Pengelola Program Magister & Doktor

Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan Pascasarjana UGM

1. PENDAHULUAN

Pada tanggal 15 November 2006 Presiden Republik Indonesia telah mengesahkan Undang-undang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (UU SP3K). Undang-undang tersebut menjamin terselenggaranya penyuluhan pertanian secara berkelanjutan, juga menjamin setiap pelaku usaha pertanian/ petani memperoleh pelayanan penyuluhan pertanian secara berkesinambungan.

Setelah berlakunya otonomi daerah, penyelenggaraan penyuluhan pertanian kurang optimal, disebabkan respon pemerintah daerah berbeda- beda dalam menanggapi penyuluhan peranian. Daerah yang kurang respon bahkan menghilangkan lembaga-lembaga penyuluhan yang sudah mapan, banyak penyuluh yang dihapus fungsionalnya dan dijadikan pegawai staf, sehingga kegiatan penyuluhan terganggu, kelompok-kelompok tani binaan penyuluh tidak ada lagi aktivitasnya. Di tingkat kabupaten/kota, ada 375 dari 435 kabupaten/kota atau 86 % mempunyai kelembagaan penyuluhan dalam bentuk: Badan, Kantor, Sub Dinas, Seksi, UPTD, ataupun Kelompok Penyuluh Pertanian. Sedangkan 61 kabupaten/kota (14 % ) bentuk kelembagaannya tidak jelas. Di Tingkat kecamatan, baru terbentuk 3.557 unit BPP (Balai Penyuluhan Pertanian) dari 5.187 kecamatan, yang berarti BPP baru terbentuk 69 % (Departemen Pertanian, 2005). Dengan demikian, berlakunya UU SP3K ini sangat penting dalam rangka kembali menggerakkan penyuluhan pertanian di Indonesia.

Sementara itu, tanpa pembinaan yang optimal, usaha pertanian menjadi kurang terarah. Dampak lebih lanjut, produk pertanian kalah bersaing dengan produk pertanian luar negeri, membanjirnya produk pertanian impor, bahkan beraspun terus menerus impor, padahal Indonesia terkenal dengan negara agraris, harga beras membubung dan dirasakan mahal oleh masyarakat. Dampak lain dari lemahnya penyuluhan pertanian, banyak petani kurang menyadari kesehatan lingkungan, mereka menggunakan pestisida berlebihan untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman. Masih banyak masyarakat yang belum menyadari kesehatan lingkungan, belum memahami pertanian berkelanjutan. Dengan demikian, implementasi UU SP3K dapat ditekankan pada solusi permasalahan yang dihadapi petani dan masyarakat, serta pengembangan pertanian berkelanjutan/ pertanian yang ramah lingkungan. Tulisan ini membahas implementasi UU SP3K dalam pengembangan pertanian berkelanjutan.

2. PERTANIAN BERKELANJUTAN

Ada beberapa pengertian tentang pertanian berkelanjutan, pertanian berkelanjutan merupakan prinsip, metode, praktek, dan falsafah yang bertujuan agar pertanian layak ekonomi, secara ekonomi dapat dipertanggung jawabkan, secara sosial dapat diterima, berkeadilan, dan secara sosial budaya sesuai dengan keadaan setempat, serta berdasarkan pendekatan holistik (FAO, 1989 cit Untung, 2006). Pengertian lain menyatakan, bahwa pertanian berkelanjutan adalah sistem pertanian yang mampu mempertahankan produktivitas dan kemanfaatannya pada masyarakat secara tidak terbatas. Sistem yang demikian harus meng konversikan sumber daya yang secara sosial mendukung, secara ekonomi bersaing dan berwawasan lingkungan (Ikerd, 1990 cit Untung, 2006).

Dari pengertian pertanian berkelanjutan dapat ditarik kesimpulan, bahwa tujuan yang akan dicapai dalam penerapan pertanian berkelanjutan adalah:

  1. Meningkatkan produksi pertanian dan menjamin keamanan pangan dalam negeri
  2. Menghasilkan pangan yang terbeli dengan kualitas nutrisi dan meminimalkan kandungan bahan kimia dan bakteri yang membahayakan
  3. Tidak mengurangi dan merusak kesuburan tanah, tidak menimbulkan erosi dan meminimalkan ketergantungan pada sumberdaya alam yang tidak terbarukan.
  4. Mendukung kehidupan masyarakat pedesaan yang berkeadilan, meningkatkan kesempatan kerja serta menyediakan kehidupan masyarakat yang layak dan sejahtera.
  5. Tidak membahayakan kesehatan masyarakat yang bekerja atau hidup di lahan pertanian, dan juga kesehatan konsumen produk-produk pertanian yang dihasilkan.
  6. Melestarikan dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup di lahan pertanian dan pedesaan, serta selalu melestarikan sumberdaya alam dan keanekaragaman hayati.
  7. Memberdayakan dan memandirikan petani dalam mengambil keputusan pengelolaan lahan dan usaha taninya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya sendiri.
  8. Memanfaatkan dan melestarikan sumber daya lokal dan kearifan tradisional dalam mengelola sumber daya alam.

3. KESADARAN MASYARAKAT DALAM PERTANIAN BERKELANJUTAN

Dari berbagai penelitian menunjukkan, bahwa kesadaran masyarakat dalam mengusahakan pertanian berkelanjutan masih lemah. Masih banyak petani yang menggunakan racun atau pestisida ketika mengendalikan hama dan penyakit tanaman, meskipun sudah sering di informasikan oleh PPL mengenai pengendalian hama dan penyakit secara benar, yang memperhatikan kesehatan lingkungan, yakni pengendalian hama terpadu (PHT).

PHT secara legal formal diterima sebagai kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia sejak tahun 1992 melalui UU No.12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan PP no. 6 tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman. Namun demikian, masih banyak petani yang menggunakan pestisida kimia berlebihan, yang dapat mengganggu kesehatan lingkungan. Data penggunaan pestisida oleh petani padi dan kedelai dari Badan Pusat Statistik menunjukkan, bahwa rata-rata nasional penggunaan pestisida sejak tahun 1983 tidak banyak mengalami perubahan , dan penggunaan pestisida oleh petani kedelai sejak tahun 1992 cenderung menurun. Menurut Untung (2004), masih tingginya penggunaan pestisida di tingkat petani menunjukkan bahwa masih puluhan juta petani perlu ditingkatkan kesadaran dan pengetahuannya tentang pemanfaatan pestisida sesuai dengan prinsip PHT. Masih banyak petani yang perlu ditingkatkan kesadarannya mengenai pertanian berkelanjutan yang memperhatikan kelestarian lingkungan.

4. IMPLEMENTASI UU SP3K DALAM PERTANIAN BERKELANJUTAN

UU SP3 K pada pasal 4 ayat f dan g menyatakan, bahwa penyuluhan berfungsi menumbuhkan kesadaran pelaku utama/ petani dan pelaku usaha terhadap kelestarian fungsi lingkungan, dan melembagakan nilai-nilai budaya pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan yang maju dan modern bagi pelaku utama/ petani secara berkelanjutan. Pasal 19 ayat 2 & 3 menyatakan bahwa kelembagaan pelaku utama/ petani yakni Kelompok (Kelompok Tani), yang berfungsi sebagai tempat: belajar, kerjasama, penyedia sarana dan prasarana produksi, unit produksi, pengolahan dan pemasaran, serta unit jasa penunjang. Dengan demikian, implementasi UU SP3K dalam pengembangan pertanian berkelanjutan akan menjadi efektif dan efisien apabila penyuluhan pertanian dilakukan melalui pendekatan kelompok tani.

Agar penyuluhan mampu berperan menumbuhkan kesadaran dan perilaku petani mengaplikasikan pertanian berkelanjutan, maka kelompok tani sebagai wadhah proses pembelajaran, kerjasama, penyedia sarana dan prasarana produksi, unit produksi, pengolahan dan pemasaran, serta jasa penunjang lainnya harus diaktifkan. Kelompok Tani harus memiliki aktivitas yang berkelanjutan, agar kelompok tersebut mampu menerapkan pertanian berkelanjutan. Penelitian Hariadi (2004) menunjukkan, bahwa kelompok- kelompok tani yang aktif dan berkembang mampu menjadi wadhah/ tempat belajar yang efektif, bekerjasama, berproduksi, dan usaha bisnis.

Aktivitas kelompok tani yang berkelanjutan sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, baik internal maupun eksternal. Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) merupakan faktor eksternal yang dominan berpengaruh terhadap aktivitas kelompok tani, peran-peran yang dimainkan oleh anggota kelompok merupakan faktor yang mempengaruhi dinamika kelompok. Dengan demikian, PPL seharusnya memahami peran-peran yang dimainkan oleh anggota kelompok, sehingga mampu melakukan pembinaan kelompok tani secara efektif dan efisien.

Dalam suatu kelompok, ada 3 peran utama yang berpengaruh terhadap dinamika kelompok. Menurut Umstot (1988), peran-peran didalam kelompok meliputi: maintenance role, task role, dan blocking role.

1.Task role/ Peran tugas

Anggota kelompok yang berperan selalu mementingkan tugas kelompok, peran-peran tugas dari anggota meliputi:

a. Penggagas-kontributor

Orang ini suka memberikan ide-ide baru, berinisiatif diskusi, mengusulkan kegiatan, upaya mencapai cita-cita, ataupun mencari solusi pemecahan masalah. Pemimpin kelompok seharusnya berperan seperti ini, tetapi anggota kelompokpun sering berperan seperti ini.

b. Pencari informasi

Orang ini suka mencari informasi, data, fakta, bertanya kepada para ahli guna disampaikan kepada kelompok. Peran ini dapat dimainkan oleh pemimpin kelompok, juga oleh anggota kelompok yang lain.

c. Pemberi informasi

Orang yang suka memberikan informasi, fakta, atau pengalaman, yang berguna untuk pengambilan keputusan didalam kelompok. Peran ini dapat dimainkan oleh pemimpin, juga oleh para anggota yang lain.

d. Penilai

Orang yang suka memberikan penilaian/ evaluasi terhadap kinerja kelompok. Peran seperti ini dapat dimainkan oleh pemimpin ataupun anggota kelompok.

e. Perangkum

Orang ini suka menyatukan berbagai pendapat, isu, alternatif-alternatif, guna mempertimbangkan sebelum mengambil keputusan. Peran ini dapat dimainkan oleh pemimpin maupun anggota kelompok.

2. Maintenance role/ Peran pemelihara

Anggota kelompok yang berperan selalu menjaga agar kelompok senantiasa terjaga keharmonisannya, peran-peran pemelihara dari anggota meliputi

a. Penyelaras

Orang ini suka menjadi pendamai ketika terjadi perselisihan antar anggota kelompok, meminimalkan konflik, mengajak anggota kelompok untuk menghargai perbedaan, meredakan ketegangan, atau cara-cara lain dengan tujuan membuat suasana sejuk didalam kelompok.

b. Penyemangat

Orang ini suka memuji dan memberikan semangat kepada anggota kelompok agar berperan serta menyumbangkan ide-idenya. Peran ini dapat berupa perilaku yang bersahabat, hangat, dan mau menerima orang lain.

c. Gate keeper

Orang ini berperan seperti “pintu” yang dapat membuka maupun menutup komunikasi, dengan cara tertentu ia mampu membuat anggota kelompok berbagi pikiran, pendapat, memberi kontribusi. Mengatur anggota kelompok mau berkontribusi dalam kelompok.

d. Pendamai

Orang ini yang suka menjadi juru damai ketika terjadi konflik, menjadi penengah, dengan tidak memalukan orang lain.

3. Blocking role/ Peran pengacau

Anggota kelompok yang berperan menghalangi aktivitas kelompok, peran- peran pengacau tersebut meliputi:

a. Dominator

Orang ini suka mendominasi pembicaraan, menegaskan otoritasnya dan menunjukkan superioritasnya diantara anggota yang lain. Peran ini tidak hanya dapat dimainkan oleh pemimpin, anggota juga dapat memainkan peran seperti ini.

b. Blocker

Orang ini suka menentang keras pendapat yang muncul dalam kelompok, biasanya dengan menggunakan ide-ide yang kurang rasional, seringkali demi kepentingan pribadinya. Tipe blocker yang lain adalah membawa agenda tersembunyi, atau membawa kembali isu yang sebenarnya sudah ditolak oleh kelompok.

c. Agressor

Orang ini suka menggunakan berbagai taktik untuk mengungkapkan ketidaksetujuannya, termasuk menyerang orang lain, menyerang ide, bercanda secara kasar. Perilaku orang ini destruktif.

d. Disrupter

Orang ini suka bernada sinis, tidak pernah memiliki tujuan yang sama dengan kelompok, tidak pernah terlibat aktivitas kelompok, seenaknya, tidak sopan, menyendiri, seringkali memberikan humor yang tidak terkait dengan kelompok, bersifat kasar.

Dari berbagai peran yang ada dalam kelompok tani, seorang Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) harus memahami suasana kelompok yang dibinanya, sehingga bisa mengembangkan kelompok. Dengan memak simalkan serta mensinergikan peran- peran task dan maintenance role dan meminimalkan peran blocker, sehingga kelompok tani menjadi dinamis aktif sebagai tempat: belajar, bekerjasama, penyedia sarana dan prasarana produksi, unit produksi, usaha jasa dan bisnis. Materi penyuluhan yang disampaikan berkaitan dengan pertanian berkelanjutan, serta mengkaitkan dengan kebutuhan dan problema yang dihadapi petani, pengembangan komoditi pertanian yang berdayasaing pasar.

Ke depan, tugas para penyuluh pertanian semakin berat, disebabkan teknologi berkembang pesat, kebutuhan petani dan masyarakat terus meningkat, situasi pasar cepat berubah, suasana sangat kompetitif (Vijayaragavan dan Singh cit Hariadi, 2006), serta tuntutan kelestarian lingkungan.

5. PENUTUP

Undang-undang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehu tanan (UU SP3 K) memberikan jaminan terselenggaranya kegiatan penyuluhan yang berkelanjutan, UU SP3K ini juga mengarahkan terwujudnya pertanian berkelanjutan. Dengan demikian, implementasi UU SP3K dengan baik dan benar akan dapat mewujudkan keberhasilan pertanian berkelanjutan.

6. PUSTAKA

Departemen Pertanian, 2005. Naskah Penyusunan RUU tentang Sistem Penyuluhan Pertanian. Deptan. Jakarta. 50 p.

Hariadi, SS. 2004. Kajian Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap keberhasilan Kelompok Tani sebagai Unit Belajar, Kerjasama, Produksi, dan Usaha. Disertasi Doktor Psikologi Sosial UGM. Yogyakarta. 605 p.

Hariadi, SS. 2006. Perumusan Konsep Kebijaksanaan Kelembagaan Penyuluhan Pertanian Menyongsong RUU Penyuluhan. Makalah disampaikan pada Forum Penyuluhan Pertanian Tingkat Provinsi D.I. Yogyakarta pada tgl 5 September 2006 di Balai Pelatihan dan Pengembangan Bioteknologi Pertanian Terapan Yogyakarta. 14 p.

Umstot, D. 1988. Understanding Organizational Behavior. West Publishing Company. New York. 532 p.

Untung, K. 2004. Dampak Pengendalian Hama Terpadu di Indonesia. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia (ISSN: 1410-1637) 6 (1):1-0.

Untung, K. 2006. Konsep Pertanian Berkelanjutan. Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta. 35 p.

Tidak ada komentar: