Jumat, 08 Februari 2008

THE PATOGENITY STUDY OF Metarizhium anisopliae (Metch.) Sor.

THE PATOGENITY STUDY OF Metarizhium anisopliae (Metch.) Sor.

AS A PROPAGATION RESULT IN NATURAL LIQUID ON

THE Oryctes rhinoceros LARVE

Heriyanto1) dan Suharno2)

ABSTRACK

The application of entomopathogen fungus in pest control is a part of Integrated Pest Control componen. Metarhizium anisopliae is an entomophatogen wich able to infected the Oryctes rhinoceros larve so it require to be developed in the field by using the simple technology according the materials owned by the farmer.

The research about Metarhizum anisopliae fungus wich has just being isolated for a month from its host, then being propagated in medium of alyoshina liquid, corn extraction, potato extraction, casave extraction, an applicated in larve cultivation web, shows the same pathogenity after 30 days from application. The fungus propagation ini alyoshina medium shows the faster growth (10.39 cm2/7), much spores production (33.29 x 107 spores/ml/7 days) and short lethal time 50 (13.6 days) and there is significantly influence than the other treatments. While the spores size include the length of 6.09-6.66 micrometers and width of 2.75-3.06 micrometers is no significantly influence between treatmens.

The Metarhizium anisopliae can be propagated in natural liquid meidum by using the simple fermentor, so obtained much spores in the short time.

Key words : Metarhizium anisopliae, Oryctes rhinoceros, lethal time 50, natural liquid medium, fermentor.

KAJIAN PATOGENITAS Metarhizium anisopliae (Metch.) Sor.

HASIL PEBANYAKAN PADA MEDIUM ALAMI CAIR TERHADAP LARVA Oryctes rhinoceros

Heriyanto1) dan Suharno2)

INTISARI

Penggunaan jamur entomopatogen untuk pengendalian hama merupakan sebagian dari komponen Pengendalian Hama terpadu, Metarhizium anisopliae merupakan entomopatigen yang mampu menginfeksi larva Oryctes rhinoceros, sehingga perlu dikembangkan di lapangan dengan teknologi sederhana sesuai bahan dan peralatan yang dimiliki petani.

Penelitian jamur Metarhizium anisopliae yang baru satu bulan diisolasi dari inangnya, kemudian dibiakkan pada medium Alyoshina cair, ekstrak jagung, ekstrak kentang, ekstrak ketela rambat dan diaplikasikan dalam sarang pemeliharaan larva, menunjukkan patogenitas yang sama setelah 30 hari dari saat aplikasi.

Pembiakan jamur dalam medium alyoshina menunjukkan pertumbuhan yang cepat (10,39 cm2/7 hari), produksi spora yang banyak (33,29 x 107 spora/ml/7 hari) dan lethal time 50 yang pendek 913,6 hari) dan beda nyata dengan perlakuan lainnya, sedang ukuran spora meliputi panjang 6,09-6,63 mikrometer dan lebar 2,75-3,06 mikrometer tidak menunjukkan beda nyata antar perlakuan.

Jamur Metarhizium anisopliae dapat dibiakkan dalam medium alami cair dengan peralatan fermentor sederhana, sehingga diperoleh spora yang banyak dalam waktu yang singkat.

Kata kunci : Metarhizium anisopliae, Oryctes rhinoceros, lethal time 50, medium alami cair, fermentor.

PENGANTAR

Pengendalian hayati merupakan teknik pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dengan memanfaatkan organisme hidup (agens hayati) yang bersifat predator, parasit, parasitoid dan patogen. Agens hayati dimaksud meliputi hewan vertebrata, serangga, jamur, nematoda, bakteri dan virus (Soetopo, D, Soebandrio dan Hasnan; 2000).

Penggunaan jamur entomopatogen (jamur yang hidup dan mengambil makanan dari tubuh serangga) dimulai sejak tahun 1834, yakni ditemukannya Beuveria bassiana yang menyerang ulat sutera Bombyx mori oleh Agustino Bassi (feng, MG, T.J. Poprawski dan GG Khachatourians, 1994).

Jamur Metarhizium anisopliae telah digunakan untuk mengendalikan hama pada perkebunan kelapa di Indonesia dan menunjukkan keberhasilan (Ditjen Perkebunan, 1993). Selanjutnya juga digunakan untuk mengendalikan ulat grayak Spadoptera litura pada kedelai di Balai Penelitian Kacang dan Umbi-umbian di Malang dan Menunjukkan daya patogenitas 48-83 persen setelah 12 hari dari saat aplikasi (Prayogo, Y, Wedanimbi. T, dan Marwoto, 2006).

Sejalan dengan kegiatan pengendalian OPT di Lapangan, ditemukan banyak masalah diantaranya tidak konsistennya hasil uji laboratorium dengan hasil pengendalian di lapangan, yakni turunnya daya patogenitas agens hayati setelah diaplikasikan.

Banyak faktor penyebab tidak efektifnya agensia hayati di lapangan, hal tersebut dapat disebabkan faktor intern agensia hayati seperti asal isolat diperoleh dan faktor ekstern seperti medium perbanyakan, lama penyimpanan, teknik aplikasi, dan faktor lingkungan yang kurang mendukung (Sudarmadji, D. 1996).

Pada waktu ini Metarhizium anisopliae umumnya dikembangkan pada medium padat buatan maupun medium alami dengan waktu relatif lama, perbanyakan pada medium alami cair belum banyak dilakukan.

CARA PENELITIAN

Penelitian pengembangbiakan Metarhizium anisopliae pada medium alami cair dilakukan di Laboratorium Perlindungan Tanaman dan Kebun Praktek Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) di Yogyakarta, penelitian berlangsung dari bulan September 2005 sampai dengan April 2006.

Penelitian di laboratorium menggunakan rancangan acak lengkap atas empat perlakuan dan setiap perlakuan di ulang 10 kali. Hasil pengamatan dianalisis dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada jenjang 5 % sedang penelitian di kebun praktek menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap terdiri atas lima perlakuan dan setiap perlakuan diulang 4 kali. Hasil pengamatan dianalisis dengan uji DMRT pada jenjang 5 %.

Jamur Metarhizium anisopliae yang diperoleh dari lapangan ditumbuhkan pada medium cair alyoshina, ekstrak jagung, ekstrak kentang, dan ekstrak ketela rambat. Pengamatan di laboratorium meliputi luas koloni, panjang, lebar dan kerapatan spora, pada 7 hari setelah inokulasi, kemudian lethal time 50 larva Oryctes rhinoceros dan patogenitas Metarhizium anisopliae selama 30 hari dari saat inokulasi.

Inokulasi Metarhizium anisopliae pada larva Oryctes rhinoceros di laboratorium dilakukan dengan cara memasukkan satu ekor larva ke dalam tabung gelas yang telah diisi media batang kelapa lapuk yang telah disterilkan.

Selanjutnya ke dalam tabung gelas dimasukkan spora Metarhizium anisopliae sesuai perlakuan yaitu spora hasil perbanyakan pada jagung padat 10 gr, ektrak jagung 10 ml, ekstrak kentang 10 ml, ekstrak ketela rambat 10 ml, dan alyoshina 10 ml tiap perlakuan di ulang sebanyak 10 kali.

Pengamatan di kebun praktek meliputi patogenitas Metarhizium anisopliae terhadap larva Oryctes rhinoceros di lokasi Celeban, Banyakan, Karangsari, dan Klelen.

Inokulasi Metarhizium anisopliae pada larva Oryctes rhinoceros dilakukan dengan cara memasukkan 5 ekor larva ke dalam tiap sarang buatan di empat lokasi kebun. Selanjutnya ke dalam sarang dimasukkan media pemeliharaan larva berupa batang kelapa lapuk dan dinokulasi spora sesuai perlakuan yaitu hasil perbanyakan pada medium jagung padat 50 gr, ekstrak jagung 50 ml, ekstrak kentang 50 ml, ekstrak ketela rambat 50 ml, Alyoshina 50 ml, tiap perlakuan diulang 4 kali.

Penghitungan spora dilakukan dengan teknik pengenceran suspensi, kemudian dibuat preparat pada bidang hemositometer dan dihitung dengan mikroskop cahaya perbesaran 400 kali, perhitungan diulang 5 kali per perlakuan.

Pengukuran panjang dan lebar spora dengan cara membuat preparat pada obyek glass kemudian diukur dengan okuler mikrometer yang telah ditera pada obyek mikrometer menggunakan mikroskop perbesaran 400 kali, pengukuran diulang 10 kali per perlakuan.

Lethal time 50 merupakan kemampuan jamur membunuh 50 % larva dengan gejala larva telah berhenti dari aktivitasnya (tidak bergerak) dihitung dalam satuan waktu dengan cara mengamati aktivitas gerakan larva pada tabung gelas.

Patogenitas merupakan kemampuan jamur membunuh larva dengan ditandai timbulnya masa spora jamur berwarna hijau pada permukaan larva yang telah mati dihitung dalam satuan persen. Pengamatan Lethal time 50 dan patogenitas diulang 10 kali per perlakuan.

Pengamatan di lapangan dimaksudkan untuk mengetahui daya patogenitas Metarhizium anisopliae terhadap larva Oryctes rhinoceros yang dipelihara dalam sarang buatan, kemudian dihitung persentase larva yang mati terserang jamur. Pengamatan dilakukan dengan membongkar media sarang dengan hati-hati pada hari ke 30 setelah aplikasi. Pengamatan diulang 4 kali per perlakuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian di laboratorium meliputi pengamatan luas koloni, panjang, lebar, dan kerapatan spora ditunjukkan pada tabel 1.

Tabel 1. Luas koloni, panjang, lebar, dan kerapatan spora Metarhizium anisopliae pada medium ekstrak jagung, ekstrak kentang, ekstrak ketela rambat, dan Alyoshina pada 7 hari setelah inokulasi.

(Tabel 1. The broad colony, lenght, width, and density of spore Metarhizium anisopliae in corn extraction, potato extraction, cassava extraction, and Alyoshina medium, 7 days after inoculation)

Macam medium (various medium)

Luas koloni

(mm2)*

(colony

Broad, mm2)

Panjang

Spora (μm) *

(lenght of

spore, μm)

Lebar

spora (μm) *

(width of

spore, μm)

Kerapatan

spora (107/ml) ***

(density

of spore,

107/ml)

Ekstrak jagung

(corn extraction)

61,50a **

63,40 a **

63,40 a **

2,04 a **

Ekstrak kentang (potato extraction)

62,44a

63,60 a

29,70 a

2,22 a

Ekstrak ketela rambat (cassave extraction)

60,57a

60,90 a

27,50 μ

1,61 a

Alyoshina (Alyoshina)

130,91b

66,30 a

30,60 a

33,29 b

* : rerata dari 10 kali ulangan (the average of 10 reflications)

** : angka yang disertai huruf sama pada tiap kolom beda nyata pada DMRT 0,05 (Numbers followed by the same letters in each column are not significantly diferent at 0.05 DMRT)

*** : rerata dari 5 ulangan pada medium cair (the average of 5 replications in liquid medium)

Pada tabel 1 dapat dibaca bahwa pertumbuhan paling cepat terdapat pada medium Alyoshina kemudian sekstrak kentang, ekstrak jagung dan ekstrak ketela rambat.

Hasil perhitungan statistik menunjukan bahwa koloni jamur pada medium Alyoshina berbeda nyata terhadap panjang dan lebar spora tidak menunjukan beda nyata antar perlakuan.

Hasil perhitungan stastistik terhdap kerapatan spora menunjukan beda nyata, pada medium Alyoshina cair dihasilkan spora paling banyak dibanding 3 perlakuan yang lain. Pengamatan dilakukan 7 hari setelah inokulasi.

Perbedaan pertumbuhan kemungkinan disebabkan kadungan nutrisi medium Alyioshina lebih lengkap ditinjau dari macam unsur dan jumlahnya, sedang medium ekstrak kentang, ketela rambat dan jagung merupakan medium alami yang belum diketahui komposisi unsur dan jumlahnya yang berperan untuk pertumbuhan jamur.

Kardin dan Yanto (1996) menyatakan bahwa entomopatogen memerlukan media dengan kandungan gula dan protein yang tinggi, sedang Susilo (1993) menyatakan bahwa sporulasi Metarhizium anisopliae dipengaruhi kadungan nutrisi dari media tumbuh yang digunakan.

Selain unsur logam, air, carbon dan nitrogen untuk pertumbuhannya, jamur juga memerlukan faktor tumbuh yaitu komponen esensial yang tidak dapat disintesis sendiri dari sumber carbon dan nitrogen. Faktor tumbuh diperlukan dalam jumlah sedikit, berupa asam-asam amino atau vitamin dan medium sintetik pada umumnya dilengkapi dengan komponen tersebut (Hadiutomo, 1985).

Media tumbuh yang mengandung komponen nitrogen dan senyawa organik banyak digunakan untuk menumbuhkan Metarhizium anisopliae dan sebagai bahan pembawa spora seperti agar dapat menyediakan hara yang dibutuhkan untuk sporulasi.

Jamur Beauveria bassiana dalam medium sintetik samsinakova yang dilengkapi dengan ekstrak yeast 0,2 % mampu menghasilkan spora dengan jumlah 2,9 x 10 9 /ml dalam waktu 5 hari, sedang B. Basiana yang ditumbuhkan pada media jagung menghasilkan spora 1,1 x 10 9 spora dalam waktu 10 hari setelah inokulasi (Juniarto, 2000)

Hasil pengamatan patogenitas dan lethal time 50 larva Oryetes rhinoceros yang terinfeksi Metarhizium anisopliae ditunjukan pada tabel 2.

Tabel 2. patogenitas dan lethal time 50 larva Oryetes rhinoceros yang terinfeksi Metarhizium anisopliae, hasil perbanyakan pada medium padat jagung, medium cair ekztrak jagung, ekstrak kentang, ekstrak ketela rambat dan medium Alyoshina dilaboratorium.

Tabel 2. Pathogenity and lethal time 50 of Oryetes rhinoceros as result of propagated in corn solid medium, liquid medium corn extraction, potsto extraction, cassave extraction and Alyoshina in laboratory.

Macam medium (various medium)

Lethal time 50 hari (hari)*

(lethal time 50, day)*

Patogenitas (%)*

(patogenity, %)*

Jagung padat (solid corn)

Ekstrak jagung (corn extraction)

Extrak kentang (potato extraction)

Ekstrak ketela rambat (cassave extraction)

Alyoshina cair (liquid Alyoshina)

17,10a*

16,90 a

16,90 a

18,20 a

13,60 b

(90,00) a*

(90,00) a

(90,00) a

(90,00) a

(90,00) a

* rerata dari 10 ulangan (the average of 10 replications

** angka yang disertai huruf sama pada tiap kolom tidak beda nyata pada DMRT 0,05 (numbers followed by the same laterrs in each column are not significantly different at 0,05 DMRT).

( ) angka didalam kurung adalah transformasi are sin akar persen (numbers in perentheses are in √ x % transformation)

Hasil perhitungan statistik lethal time 50 menunjukan beda nyata, jamur Metarizium anisopliae yang ditumbuhkan pada medium Alyoshina cair memiliki kecepatan membunuh larva dalam waktu 13,60 hari sedang empat perlakuan yang lain memerlukan waktu lebih lama.

Hasil perhitungan statistik patogenitas Metarhizium anisopliae terhadap larva Oryetes rhinoceros menunjukan tidak terdapat beda nyata antar perlakuan. Pada hari ke 30 setelah aplikasi semua larva telah mati dan terdapat massa spora dipermukaan tubuhnya.

Perbedaan waktu untuk mematikan larva tersebut disebabkan oleh konsentrasi spora pada waktu aplikasi, spora dalam medium Alyoshina sebanyak 33,29 x 10 8 spora/ml, medium jagung padat 1,82 spora/ml, medium ekstrak jagung 2,04 x 10 7 spora/ml dan medium ekstrak ketela rambat 1,61 x 10 6 spora/ml masing-masing dengan volume 10 ml.

Dengan konsentrasi spora yang tinggi memungkinkan jamur lebih cepat menemukan larva Oryetes rhinoceros dalam media pemeliharaan sehingga lebih cepat terjadi kontak kemudian terjadi penetrasi dan berkembang dalam tubuh sehingga mengakibatkan kematian larva.

Feron (1981) menyatakan bahwa keberhasilan penggunaan fungsi entomopatogen dalam pengendalian hama antara lain ditentukan oleh konsentrasi/kepadatan dan daya kecambah spora, makin tinggi kepadatan kecambahnya maka peluang fungsi dalam mematikan serangga juga makin cepat.

Penelitian pengguanaan Metarizium anisopliae untuk mengendalikan ulat grayak spodoptera litura pada kedelai di malang, menunjukan bahwa perlakuan dengan konsentrasi spora 104, 105 , 106 , 107 spora/ml. Menyebabkan kematian laeva pada hari ke tiga setelah aplikasi masing-masing (35,33), (43,67),(35,67),(56,00) persen, sedang pada hari kedelapan menyebabkan kematian larva (44,33), (54,00), (60,00), (79,00) persen (Prayogo. Y,M. Tengkono dan Marwoto, 2006).

Pengamatan patogenitas M. Anisaplie terhadap larva O. Rhinoceras diempat lokasi kebun menunjukan bahwa semua larva dalam sarang buatan yang sudah diinokulasi mengalami kematian dan diliputi massa spora pada permukaan tubuhnya.

Hasil perhitungan statistik menunjukkan tidak terdapat beda nyata antar perlakuan pada 30 hari dari saat inokulasi.

Patogenitas yang tinggi tersebut disebabkan jamur yang diinokulasilan berasal dari isolat inang dan belum lama (satu bulan) berada dalam medium bukan inangnya, sehingga virulensinya yang tinggi.

Virulensi jamur entomopatogen sangat ditentukan oelh asal isolatnya, fungsi yang baru diisolasi dari iangnya akan menunjukan virulensi yang tinggi apabila diaplikasikan pada inang (serangga) aslinya atau spesies serangga yang mempunyai hubungan dekat dengan serangga inangnya (Feng. MG, TJ Propawski & GG Khachatorians, 1994).

Virulanse jamur entomopatogen akan semakin menurun apabila sering disubkulturkan dalam medium buatan dan lama berada dalam penyimpangan, sehingga sangat perlu mempertahankan virulansi karena menentukan kualitas/mutu biopestida.

Perbanyakan M. Anisopliae dapat dilakukan dengan menggunakan senyawa kimia atau bahan alami, sedang teknik perbanyakan dapat menggunakan medium padat atau medium cair.

Dari perhitungan statistik patogenitas menunjukan bahwa spora hasil perbanyakan dalam medium padat maupun medium cair tidak menunjukan beda nyata, dari pengalaman praktek perbanyakan jamur dalam medium padat baru dapat digunakan setelah masa inkubasi 3 – 4 minggu.

Pada penelitian ini perbanyakan M. Anisopliae dalam medium cair sintetik Alyoshina, ekstrak jagung, ekstrak kentang, ekstrak ketela rambat, masing-masing diperoleh kerapatan spora (33,29 x 10 7), (2,04 x 10 7), (2,22 x 10 7), dan (1,61 x 107) spora/ml dalam waktu 7 hari setelah inokulasi.

Faktor yang perlu diperhatikan dalam perbanyakan dengan medium cair adalah aerasi dalam medium (fermentor) dan sterilisasi, karena kemungkinan terjadinya kontaminan sangat tinggi dan bila terjadi kontaminasi selurh medium menjadi rusak.

Sudarmadji D. (1997), menyatakan isolat Beauveria bassiana yang ditumbuhkan dalam medium cair mampu membentuk blastospora dalam waktu 48 jam, sedang penelitian yang dilakukan Junianto. YD. (2000) dengan menginopulasikan 5 ml suspensi beauveria bassiana yang memiliki kerapatan 1 x 10 6 spora/ml dengan peralatan fermentor yang dilengkapi filter udara 0,2 mikrometer dan diputar dengan magnetik stiner.

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :

Jamur Metarhizium anisopliae (Mecth). Sor, dapat dibiakan pada bahan sintetik (senyawa kimia) atau bahan alami (jagung, kentang, ketela rambat) dengan teknik pembiakan dalam medium cair.

Perbanyakan/pembiakan Metarhizium anisopliae dalam medium cair Alyoshina menunjukan pertumbuhan yang cepat (10,39 cm 2), produksi spora yang banyak (33,29 x 10 7 spora/ml) dengan waktu 7 hari setelah inokulasi, dan lethal time 50 yang pendek (13,6 hari) dibanding perbanyakan dalam medium ekstrak jagung, ekstrak kentang dan ekstrak ketela rambat.

Jamur Metarhizium anisopliae hasil perbanyakan pada medium Alyoshina, ekstrak jagung, ekstrak kentang dan ekstrak ketela rambat memiliki spora (panjang 6,09 – 6,63 mikrometer, lebar 2,75 – 3,06 mikrometer) dan patogenitas yang sama (100 persen larva mati setelah 30 hari dari saat aplikasi.

Perbanyakan jamur Metarhizium anisopliae dalam medium alami cair dapat dilakukan dengan fermentor sederhana menggunakan bahan dan perlatan yang dimiliki pertani.

DAFTAR PUSTKA

Ditjen Perkebunan, 1993. Pedoman pengembangbiakan Beauveria bassiana, Direktorat Perlindungan Tanaman, Ditjen Perkebunan Departemen Pertanian, Jakarta, 13 hal.

Feng, MG., T.J. Poprawaski and G.G. Khachatourians, 1994. Production, Formulation and appilcation of the entemopathogenic fungus Beauveria bassiana for insect control, and curent status, Biocontrol Science and Tecnology, (4), 3 – 34 p

Feron , P., 1981.Pest control by the fungi Beauveria and Metarhizium, in HD. Burges (ED), Microbia Control Of Pest and Plant Disease, New York, Academi Press, 465-482 p

Hadiutomo, R.S.,1985. Mikrobiologi dasar dalam prktek , PT Gramedia, Jakarta, 25 hal

Junianto .Yohanes D, 2000. Penggunaan Beauveria bassiana untuk pengendalian hama tanaman kopi dan kakao, Worksop Nasional Pengendalian Hayati OPT Perkebunan, Ditjend. Perkebunana Departemen Pertanian, Jakarta, 15 hal

Kardin, M.K dan T.P. Priyatno, 1996. Pemanfaatan Cendawan Hirsuttela citriformis untuk pengendalian wereng coklat (Nilaparvata lugens stal.), Temu teknologi dan persiapan pemasyarakatan pengendalian hama terpadu, Lembang 27-29 Mei 1996, 25 hal

Prayogo, Y dan W. Tengkono dan Marwoto, 2006, Prospek Cendawan Entomo patogen Metarhizium anisoplae Untuk Mengendalikan Ulat Grayak Spodoptera litura, pada kedelai, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 94) 1:19-26 hal

Susilo, A, S. Santoso, dan H.A Untung, 1993, Sporulasi, Viabilitas Cendawan Metarhizium anisoplae Media Jagung dan Patogenitasnya Terhadap Larva Orycetes rhinoceros dalam E. Martono, E. Mahrub , MS. Putra, dan Y Tresnawati (ED) Simposium Patologi Serangga I, Universitas Gajah Mada, 12-13 Oktober 1993, Yogyakarta, 104-111 hal

Sudamaji. D, 1996, Pengendalian Mutu dan Metode Evaluasi Penggunaan Entopatogen Dalam Pengendalian Hama Perkebunan, Pertemuan Pengendalian OPT, Ditjen Perkebunan, Deptan, Jakarta 8 hal

........, 1997 Optimalisasi Pemanfaatan Beauvera bassiana Bals (vuill) Untuk Pengendalian Hama, Pertemuan Teknis Perlintan Ditjen Perkebunan, 7 hal

Soetopo. D, Soebandrio dan Hasnan (2000, Arah dan Strategi Penelitian Pengembangan Agens Hayati Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman Perkebunan, Worksop Nasional Pengendalian Hayati, Ditjen Perkebunan, 11 hal

1 komentar:

Alvian mengatakan...

ada pdf'a ga kk..??