Jumat, 08 Februari 2008

PERTANIAN BERKELANJUTAN BERBASIS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PELESTARIAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN

PERTANIAN BERKELANJUTAN BERBASIS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PELESTARIAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN[1]

Subejo[2]

Pembangunan Pertanian Klasik: Pertumbuhan Versus Ketergantungan

Menengok ke belakang pada beberapa dekade yang lalu, proses pembangunan pertanian di Indonesia telah menunjukkan bahwa hasil-hasilnya telah memberikan kontribusi yang cukup siginifikan bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Penyebarluasan program intensifikasi usahatani padi utamanya di lahan sawah dengan berbagai program pendukungya telah memberikan peningkatan nyata dalam hal produktivitas, hal ini terpacu dengan introduksi berbagai varietas padi baru yang dihasilkan oleh lembaga riset internasional maupun nasional dengan metode yang modern. Produktivitas padi varietas baru telah mencapai 4-6 ton/ha yang jauh melampaui produktivitas varietas padi lokal yaitu sebesar 2-3 ton/ha. Prestasi monumental dalam pembangunan pertanian yang lain adalah pencapaian swasembada beras secara nasional pada awal tahun 1980-an. Pencapaian pertumbuhan tinggi pada produksi beras sudah semestinya kita alamatkan pada keberhasilan pengembangan berbagai model intensifikasi padi.

Namun demikian, kita tetap perlu dengan seksama mencermati dampak negatif dari pembangunan pertanian yang menekankan produktivitas tinggi dengan input luar tinggi (high extenal inputs) tersebut yang sebagian besar merupakan produk impor yang telah menyebabkan ketergantungan besar pada kaum petani kita serta memunculkan berbagai indikasi kerusakan sumber daya lingkungan. Petani kita menjadi sangat tergantung pada input-input baru yang bukan merupakan produk lokal antara lain benih unggul, pupuk kimiawi, pestisida kimiawi, serta tuntutan layanan irigasi serta bimbingan teknis dan penyuluhan yang terus menerus.

Ketergantungan yang tinggi tersebut sudah barang tentu juga pada akhirya sangat memberatkan anggaran belanja pemerintah, jumlah dana yang harus dialokasikan setiap tahun untuk subsidi input termasuk perbaikan sarana irigasi dan layanan penyuluhan pertanian sangat besar dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Bagi kaum petani, berbagai kemudahan layanan dan subsidi dalam produksi pertanian menyebabkan ketergantungan yang besar serta yang paling memprihatinkan adalah “mematikan” kreatifitas dan pengembangan stok pengetahuan dan inovasi lokal (indegenous knowledges dan local wisdom) yang diwarisi dari para tokoh tani pendahulunya.

Dalam tataran praktis dan empiris, ada beberapa indikasi adanya penurunan daya dukung sumber daya lingkungan dengan adanya high intensification pada proses produksi pertanian. Dampak negatif yang yang muncul akibat penggunaan masukan atau input luar yang tinggi yang sebagian merupakan produk kimiawi dalam proses produksi pertanian antara lain diindikasikan dengan berubahnya struktur tanah menjadi liat dan keras yang cukup merepotkan dalam pengolahan, aplikasi pestisida yang sangat intensif menyebabkan hama dan penyakit menjadi resisten dan pada gilirannya akan memicu terjadinya ledakan hama yang sangat merugikan seperti kasus serangan hama wereng coklat dan tungro, bahan-bahan kimia dari pupuk dan pestisida yang terakumulasi terus menerus akan mencemari sumber daya air serta merusak lingkung misalnya ditandai dengan hilang atau punahnya beberapa musuh alami hama serta organisme lainnya. Bahan-bahan kimiawi juga berdampak pada peningkatan residu kimiawi pada produk pertanian yang dihasilkan yang dalam jangka panjang akan terakumulasi sampai akhirnya dapat membahayakan kesehatan bagi para konsumen yang mengkonsumsi produk-produk pertanian tersebut. Kasus nyata dapat ditunjukan dengan ditolaknya beberapa produk pertanian dan perikanan kita beberapa saat yang lalu oleh konsumen luar negeri seperti udang, kopi, kakao, dan lain-lain karena komoditas tersebut mengandung unsur kimia berbahaya yang melebihi ambang batas standar Dari sudut pandang pembiayaan, input yang tinggi jelas akan sangat memberatkan biaya yang harus ditanggung oleh keluarga tani dan pada akhirnya setelah dikomparasikan dengan pendapatan usahataninya, petani hanya memperoleh margin keuntungan yang relatif kecil.

Kalau kita cermati lebih jauh ke belakang, secara historis sebenarnya petani-petani tradisional kita merupakan kaum yang memiliki indegenous knowledges yang cukup teruji dan tangguh dengan berbagai pengalaman praktis dan kearifan lokal dalam mengembangkan berbagai jenis usahataninya. Dengan dan atau tanpa disadarinya, melalui pengalaman dalam mengelola sumber daya lokal yang dimiliki serta yang ada di lingkungan sekitarnya yang senantiasa diselaraskan dengan alam telah menciptakan suasana kedekatan dan persahabatan dengan lingkungan dan alam lokal sekitarnya. Hal tersebut telah memfasilitasi kaum petani kita dalam mengembangkan pengetahuan, inovasi dan budaya produksi lokal yang antara lain ditunjukan dengan dihasilkannya berbagai jenis benih-benih unggul lokal, bahan pengendali hama dan penyakit tanaman dari bahan hayati lokal, teknologi irigasi tradisional yang murah dan tepat guna, sistem kerjasama saling menguntungkan (mutual help) dan pertukaran tenaga kerja dalam pengelolaan produksi pertanian yang efisien dan lain sebagainya.

Suatu pendekatan baru yang sudah semestinya ditempuh adalah bagaimana upaya untuk menggali kembali potensi berbagai indegenous knowledges dan local wisdom yang dimiliki kaum petani kita yang akan termanivestasikan dalam berbagai aktivitas usahatani yang senantiasa selaras dengan alam dengan tetap mendorong peningkatan produktivitasnya. Penggalian potensi sumber daya lokal tersebut nampaknya dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu: (1) sumber daya manusia pelaksananya serta (2) sumber daya ekologinya. Dalam hal penggalian dan pengembangan potensi sumber daya manusia, petani kita didorong dan diberi insentif untuk mereproduksi kembali indegenous knowledges serta semangat berkreasi dalam menciptakan inovasi-inivasi lokal misalnya pengetahuan dan keterampilan dalam mengembangkan pupuk dan pestisida organik yang ramah lingkungan, pemuliaan benih-benih komoditi pertanian unggul lokal. Dari aspek pendekatan sumber daya ekologi, kaum petani kita seharusnya didorong untuk mengidentifikasi, mengelola dan memanfaatkan sumber daya lokal yang tersedia di lingkungan sekitar sebagai input usaha pertanian yang terbarukan. Sebagai contoh bagaimana memanfaatkan sumber daya air dengan sistim irigasi tradisional yang murah namun tetap efektif, bagaimana memanfaatkan berbagai bahan hayati yang tersedia di sekitar lingkungan kita sebagai bahan pupuk dan pestisida organik dan lain sebaginya. Hal-hal tersebut mestinya selalu diletakkan dalam kerangka pencapaian produktivitas tinggi, penguatan daya saing dan ramah terhadap lingkungan serta tidak mengeksploitasi secara berlebihan sumber daya yang dimiliki untuk kepentingan jangka pendek saja. Pemanfaatan dan pembaharuan sumber daya yang ada harus senantiasa dikaitkan dengan pewarisan terhadap generasi penerus agar tetap dapat menikmati kuantitas dan kualitas sumber daya yang setara bahkan kalau memungkinkan dalam kondisi yang lebih baik.

Memaknai Lingkungan yang Lestari dan Terbarukan

Berbagai pihak telah mendefinisikan berbagai konsep tentang “sustainability” atau “kelestarian/berkelanjutan”, meskipun sampai saat ini belum ada standar atau kesepahaman makna akan hal tersebut. Secara sederhana, “sustainability” nampaknya dapat dimaknai sebagai “suatu kondisi dimana generasi yang akan datang akan memperoleh, menerima dan atau mewarisi kondisi yang sama dengan yang diterima oleh generasi pendahulunya atau bahkan mewarisi kondisi yang lebih baik”. Generasi penerus memiliki hak dan akses yang sama dengan generasi pendahulunya dalam memanfaatkan sumber daya lingkungan yang ada di sekitarnya.

Dalam konteks lingkungan berkelanjutan, nampaknya kita bisa memaknai bahwa semua kekayaan sumber daya lingkungan yang kita warisi dan telah memberikan dukungan penghidupan untuk dapat berpdoduksi dan hidup layak secara ekonomi, sosial-budaya dan ekologi seharusnya dapat di jaga dan dilestarikan sehingga memiliki kuantitas dan kualitas yang lebih baik dan pada saatnya nanti akan kita wariskan kepada generasi penerus kita.

Lingkungan yang lestari mencakup aspek yang sangat luas dan komplek yang telah berkontribusi terhadap segala aspek kehidupan kita. Secara garis besar, sumber daya lingkungan tersebut antara lain mencakup sumber daya lahan, sumber daya air, keragaman hayati termasuk didalamnya berbagai jenis flora dan founa, sumber daya iklim termasuk juga didalamnya udara yang bersih dan suhu yang relatif stabil. Cara pengelolaan, pemanfaatan dari semua sumber daya tersebut akan sangat menentukan kualitas dan kuantitas sumber daya tersebut serta menentukan tingkat kemanfaatan bagi manusia pengelolanya. Pengelolaan yang pemanfaatan sumber daya yang bijaksana akan mampu memberikan kontribusi nyata pada peningkatan kesejahteraan umat manusia dengan tetap menjaga segala aspek kelestariannya.

Pemberdayaan Petani Kaum Yang Terpinggirkan

Banyak kalangan berpendapat bahwa kaum petani sebenanya telah memberikan kontribusi yang sangat besar pada tahap awal pembangunan ekonomi di berbagai negara di belahan dunia. Sebagai orang yang terkait langsung dan mengelola sumber daya lokal primer, petani merupakan pihak yang sangat dekat dengan sumber daya lingkungan. Namun dalam perkembangannya, banyak kasus mengindikasikan bahwa petani akhirnya menjadi pihak yang terpinggirkan dari berbagai kebijakan pembangunan. Banyak prioritas pembangunan yang lebih banyak dinikmati oleh sektor industri dan jasa serta utamanya kalangan menegah dan atas. Namun demikian, utamanya di negara berkembang, pertanian atau petani sebagai aktornya tetap memiliki peran yang penting dalam proses pembangunan. Pertanian dapat berperan sebagai penyedia lapangan kerja bagi keluarga tani terutama di daerah pedesaan, penyumbang PDRB yang cukup besar, pemasok bahan baku industri serta pasar potensial bagi barang-barang hasil industri.

Bagaimanapun juga membahas tentang pembangunan dan pemberdayaan masyarakat terutama masyarakat petani dan pedesaan di Indonesia, sektor pertanian masih merupakan tema utama yang perlu mendapatkan perhatian dengan sangat serius dari berbagai pihak terkait. Meskipun kontribusi sektor pertanian tidak sebesar sektor industri dan jasa namun sektor pertanian menampung dan menghidupi petani dengan jumlah yang sangat signifikan. Data BPS tahun 2002 menunjukkan bahwa sektor pertanian Indonesia masih merupakan sumber penghidupan yang sangat penting karena masih memberikan lapangan kerja pada sekitar 39,7 juta (43,7%) dari sekitar 90,8 juta angkatan kerja di Indonesia.

Isu pemberdayaan masyarakat tidak hanya menyangkut aspek ekonomi namun terkait erat dengan aspek-apsek lainnya. Secara lebih jelas, dalam kaitannya dengan pemberdayaan masyarakat tani, Mubyarto dan Santosa (2003) menyatakan bahwa pertanian (agriculture) bukan hanya merupakan aktivitas ekonomi untuk menghasilkan pendapatan bagi petani saja. Lebih dari itu, pertanian adalah cara hidup (way of live) bagi sebagian besar petani di Indonesia. Oleh karena itu pembahasan mengenai sektor dan sistim pertanian secara utuh, tidak saja petani sebagai homo economicus, melainkan juga sebagai homo socious dan homo religius. Konsekuensi pandangan ini adalah dikaitkannya unsur-unsur nilai sosial-budaya lokal, yang memuat aturan dan pola hubungan sosial, politik, ekonomi dan budaya ke dalam kerangka paradigma pembangunan sistem pertanian. Sehingga perencanaan terhadap perubahan kegiatan pertanian harus pula mempertimbangkan konsep dan dampak perubahan sosial-budaya yang akan terjadi.

Pemberdayaan Petani dan Pengelolan Lingkungan Lestari

Secara ringkas, Subejo dan Supriyanto (2004) memaknai pemberdayaan masyarakat sebagai upaya yang disengaja untuk memfasilitasi masyarakat lokal dalam merencanakan, memutuskan dan mengelola sumber daya lokal yang dimiliki melalui collective action dan networking sehingga pada akhirnya mereka memiliki kemampuan dan kemandirian secara ekonomi, ekologi, dan sosial”.

Dalam pengertian yang lebih luas, pemberdayaan masyarakat merupakan proses untuk memfasilitasi dan mendorong masyarakat agar mampu menempatkan diri secara proporsional dan menjadi pelaku utama dalam memanfaatkan lingkungan strategisnya untuk mencapai suatu keberlanjutan dalam jangka panjang. Pemberdayaan masyarakat memiliki keterkaitan erat dengan sustainable development dimana pemberdayaan masyarakat merupakan suatu prasyarat utama serta dapat diibaratkan sebagai gerbong yang akan membawa masyarakat menuju suatu keberlanjutan secara ekonomi, sosial dan ekologi yang dinamis.

Lingkungan strategis yang dimiliki oleh masyarakat lokal antara lain mencakup lingkungan produksi, ekonomi, sosial dan ekologi. Melalui upaya pemberdayaan, warga masyarakat didorong agar memiliki kemampuan untuk memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya secara optimal serta terlibat secara penuh dalam mekanisme produksi, ekonomi, sosial dan ekologi-nya.

Dalam hal mekanisme produksi, masyarakat memiliki aset/sumber daya produksi yang antara lain mencakup lahan, ternak, modal, peralatan usaha tani serta tenaga kerja. Upaya pemberdayaan semestinya memfasiltasi dan mendorong masyarakat pedesaan yang sebagian besar berprofesi sebagai petani untuk mampu memanfaatkan sumber daya produksi yang dimilikinya sehingga mampu berproduksi secara efisien dan menjamin pemenuhan pangan serta memperoleh surplus yang dapat dipasarkan.

Pada beberapa masyarakat lokal, telah tumbuh beberapa institusi tradisional yang selama ini telah dimanfaatkan sebagai sarana untuk mencapai kegiatan produksi yang lebih efisien disesuaikan dengan keterbatasan sumber daya yang dimiliki dan atau dikuasai oleh masyarakat setempat. Dalam studi yang dilakukan Subejo dan Iwamoto (2003), telah dapat diidentifikasi bahwa masyarakat lokal di daerah dataran tinggi Yogyakarta dengan keterbasan sumber daya produksi telah mengorganisasikan diri ke dalam kelompok atau group melalui institusi pertukaran kerja (labor exchange institutions) yang ternyata sangat efisien dan efektif.

Terkait dengan mekanisme pasar/ekonomi, sebenarnya telah banyak upaya untuk menciptakan institusi ekonomi/pasar dengan maksud meningkatkan akses petani atau masyarakat terhadap pasar. Namun nampaknya kelembagaan ekonomi yang ada belum dapat sepenuhnya memberikan manfaat kepada petani secara ekonomi. Pembentukan koperasi pedesaan yang diarahkan pada penyediaan sarana produksi dan penjualan produk pertanian di beberapa tempat menunjukkan keberhasilan, namun pada banyak kasus justru mengalami kegagalan karena tidak melibatkan masyarakat secara penuh. Manfaat dan keuntungan baru dinikmati secara signifikan oleh pihak tertentu. Idealnya koperasi petani berperan dalam penyediaan sarana produksi, permodalan maupun pemasaran produk-produk pertanian.

Subejo dan Iwamoto (2003) mengidentifikasi bahwa beberapa institusi lokal-tradisional terkait dengan ekonomi/pasar yang sebenarnya sudah mulai dikembangkan oleh masyarakat secara swadaya (self-organizing). Munculnya kelompok simpan pinjam tradisional (arisan) yang secara luas oleh World Bank dipopulerkan dengan istilah rotation saving and credit associations (ROSCAs) merupakan sumber permodalan lokal antar petani merupakan salah satu wujud pemberdayaan petani secara internal. Di dataran tingggi Yogyakarta dengan keterbatasan sember daya alam dan ekonomi, masyarakat lokal secara kreatif menciptakan lembaga institusi lokal yang disebut dengan “prayaan[3]” yang menggabungkan prinsip ekonomi pasar dan keeratan hubungan sosial yang dikembangkan untuk berbagai kegiatan produktif.

Sadjad (2000) berpendapat bahwa selama ini program pemberdayaan petani di Indonesia secara ekonomi masih on farm centralism. Mestinya pemberdayaan lebih diarahkan supaya tumbuh rekayasa agribisnis sehingga petani desa bisa menjadi pelaku bisnis yang andal dan akhirnya bisa menjadi pusat bisnis masyarakat pedesaan yang menyejahterakan. Pembangunannnya harus dari hilir, yaitu pasar yang melalui komponen tengah ialah agroindustri, baru hulunya on farm business.

Sustainable development mensyaratkan adanya pengelolaan sumber daya ekologi secara bijaksana oleh warga masyarakat lokal. Dalam hal ini mekanisme ekologi mencakup aspek lingkungan sekitar yang sangat luas bagi masyarakat. Termasuk di dalamnya bagaimana masyarakat diberi kesempatan dan didorong untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya ekologi-nya secara berkesinambungan, termasuk di dalamnya fasilitas infrastuktur (saluran irigasi, jembatan, jalan, fasilitas publik lainya), hutan masyarakat, penggembalaan umum, gunung, sungai dan lain sebagainya. Beberapa ahli banyak memberikan kritik bahwa selama ini masyarakat cenderung hanya dilibatkan sebagai obyek dalam pengelolaan sumber daya ekologi, mereka jarang sekali dilibatkan dalam perencanaan, pengambilan keputusan serta pengelolaan sumber daya ekologi tersebut. Namun hasil penelitian Subejo dan Iwamoto (2003) menunjukkan bahwa masyarakat lokal sebenanya memiliki kearifan dan kemampuan dalam memanfaatkan dan mengelola sumber daya ekologi agar memberikan manfaat dan kesejahteraan bagi masyarakat setempat. Di daerah dataran tinggi Yogyakarta dimana fisik ekologi sangat tidak menguntungkan untuk produksi pertanian yang dicirikan dengan perbukitan batuan kapur dan lahan kering, masyarakat lokal telah menciptakan institusi kerja lokal yang bisa difungsikan untuk mengelola sumber daya ekologi secara optimal misalnya untuk membangun dan memperbaiki teras-teras, pembuatan kolam penampungan air untuk kebutuhan rumah tangga maupun ternak. Collective action tersebut selain mampu merubah lahan kritis menjadi lahan produktif juga memberikan kontribusi nyata dalam pelestarian sumber daya ekologi dan konservasi lahan.

Terkait dengan mekanisme sosial, sebagian besar masyarakat di Indonesia dikenal sebagai salah satu masyarakat di dunia yang mempunyai tradisi komunitarian paling kuat (Scott, 1976). Tradisi komunitarian tersebut antara lain diwujudkan dalam bentuk social relationship yang kuat, masyarakat kita telah banyak berinovasi dalam menciptakan social relationship yang memberikan manfaat kepada warganya. Para ahli telah mangacu social relationship sebagai suatu networking yang secara spesifik sering disebut dengan terminologi social capital (untuk lebih jelas lihat dalam homepage World Bank[4]). Saat ini sudah ada kesepahaman bahwa social capital memiliki peran penting dan positif dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Transaksi-transaksi ekonomi akan berjalan dengan lebih efisien jika didukung dengan social relationship yang mantap dan kuat.

Secara umum kemampuan social relationship di pedesaan kita masih kuat. Sebagai contoh kasus, meskipun di daerah pedesaan yang memiliki mobilitas dan akses tinggi misalnya yang terletak di pinggiran kota, masyarakatnya masih memberikan prioritas yang tinggi terhadap hubungan sosial pada saat kejadian darurat (kematian, kebakaran rumah/lahan pertanian, tanah longsor, banjir, dan sebagainya), pekerjaan pembangunan dan pemeliharaan fasilitas publik, pekerjaan yang terkait dengan permintaan bantuan (pembangunan rumah, upacara-upacara). Hubungan sosial di daerah pegunungan sangat kuat dan mengakar termasuk kesediaan untuk saling membantu dalam pengerjaan usahatani dan pekerjaan rumah tangga lainnya. Corporate action and function dari pemimpin-pemimpin lokal juga masih berperan penting dalam mendukung berlangsungnnya social relationship antar warga masyarakat sehingga berbagai aktivitas dapat dilakukan dengan lebih mantap.

Aspek penting dalam suatu program pemberdayaan masyarakat adalah program yang disusun sendiri oleh masyarakat mendasarkan pada evaluasi dan penilian potensi sumber daya lokal, mampu menjawab kebutuhan dasar masyarakat, mendukung keterlibatan kaum miskin dan kelompok yang terpinggirkan lainnya, dibangun dari sumber daya lokal, sensitif terhadap nilai-nilai budaya lokal, memperhatikan dampak lingkungan, tidak menciptakan ketergantungan terus menerus, berbagai pihak terkait terlibat (instansi pemerintah, lembaga penelitian, perguruan tinggi, LSM, private enterprise, swasta lainnya serta pihak-pihak terkait lainnya), serta hal tersebut mampu diimplementasikan secara berkelanjutan.

Menuju Singkronisasi Kesejahteraan Petani dengan Lingkungan Berkelanjutan

Seperti telah diuraikan pada bagian sebelumnya, pembangunan masyarakat petani yang ideal mestinya dengan cara menggabungkan antara pencapaian kesejahteraan yang tinggi melalui usahatani produktif dengan tetap mempertahankan dan memperbaiki kualitas dan daya dukung sumber daya lingkungan ekologi yang berkelanjutan.

Prioritas pencapaian kesejahteraan masyarakat tani yang hanya mengutamakan proses produksi dan motivasi ekonomi saja menjadi tidak cukup lagi, karena kadang-kadang produktivitas yang tinggi yang utamanya menggunakan input luar yang tinggi sering mengesampingkan aspek sosial budaya lokal serta kelestarian sumber daya lingkungan lokal.

Salah satu solusi yang nampaknya penting untuk dapat diadopsi dalam mendorong masyarakat tani untuk mencapai harmonisasi antara pencapaian kesejahteraan dan kelestarian lingkungan adalah dengan merubah konsepsi, pola pikir, perilaku dan keterampilan praktis dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya lokal yang dimiliki. Konsep pengelolaan sumber daya lingkungan lokal yang bijaksana mestinya kembali diinvetarisasi dan ditumbuhkembangkan sehingga dapat dipraktekkan dalam tataran praktis. Indegenous knowledges dan local wisdom yang terbukti ramah pada lingkungan mestinya terus digali kembali dan di masyarakatkan secara luas. Melalui pengembangan indegenous knowledges dan local wisdom, masyarakat kita akan mampu menghasilkan input-input lokal yang unggul yang memiliki produktivitas tinggi seperti benih, bahan pupuk dan pestisida organik, sistim pengelolaan irigasi tradisional yang efisien, peramalan cuaca tradisional yang tepat guna dan murah dan lain sebaginya. Selain itu perlu untuk terus ditumbuhkan sistim kerjasama dan pertukaran kerja tradisonal yang terbukti efisien dan dapat mengurangi pembiayaan produksi secara cash. Mengingat sumberdaya lokal yang saat ini dikuasai petani sangat terbatas, sudah selayaknya prioritas kebijakan dalam pemanfaatan sumberdaya lebih berpihak pada petani dan golongan tertinggal, sebagai contoh alokasi sumber daya air yang lebih memihak pada petani serta kebijakan agraria yang adil melalui land reform.

Bagaimanapun juga dalam setiap upaya pemanfaatan sumber daya lokal yang ada untuk kesejahteraan masyarakat tani saat ini, kita harus bijaksana dengan tetap mempertimbangkan faktor kelestarian dan kemampuan daya dukungnya. Harmonisasi peningkatan kesejahteraan petani dan kelestarian lingkungan akan dapat dicapai jika dalam konsep pemikiran para stakeholders yang terkait baik langsung maupun tidak langsung mestinya selalu tertanamkan ingatan bahwa yang berhak dan memiliki akses untuk menikmati dan memanfaatkan sumber daya itu bukan hanya generasi pada saat ini namun hal tersebut juga diperuntukkan untuk generasi yang akan datang dalam kondisi tetap atau bahkan lebih baik. Konsep tersebut secara bertahap, hati-hati dan bijaksana dapat terus diimplementasikan dalam praktek nyata kehidupan kaum tani dengan dukungan kebijakan birokrasi yang lebih kondusif dalam segala aspek.

Referensi

Mubyarto dan Santosa, Awan, 2003, Pembangunan Pertanian Berkelanjutan: Kritik Terhadap Paradigma Agribisnis, Jurnal Ekonomi Rakyat Tahun II No.3 Mei 2003.

Sadjad, Sjamsoe`oed, 2000, Memberdayakan Petani Desa, Kompas Edisi 22 September 2000.

Scott, James C, 1976, The Moral Economy of The Peasant: Rebellion and Subsistence in Southeast Asia, New Heaven and London, Yale University Press.

Subejo, 2004, Customs of Mutual Help in Rural Java: A Case Study of Gotong Royong Practices in Yogyakarta Province, Thesis Master pada Department of Agriculture and Resource Economics, The University of Tokyo, JAPAN. (tidak dipublikasikan).

Subejo dan Supriyanto, 2004, Metodologi Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat, Short paper pada Kuliah Intensif Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan, Study on Rural Empowerment (SORem)--Dema Fak. Pertanian UGM tanggal 16 Mei 2004.

Subejo dan Iwamoto, Noriaki, 2003, Labor Institutions in Rural Java: A Case Study in Yogyakarta Province, Working Paper Series No. 03-H-01, Department of Agriculture and Resource Economics, The University of Tokyo, JAPAN.



[1] Artikel untuk penerbitan Majalah Cultivar Edisi XXVIII Tahun 2007, Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Jurusan Penyuluhan Pertanian di Yogyakarta

[2] Staf Pengajar Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian, Fakultas Pertanian UGM, Jl. Flora Bulaksumur Yogyakarta 55281, professional membership pada Agricultural Extension and Research Network (AgREN) UK, e-mail address: Subejo@Lycos.Com

[3] Secara lebih detail, karakteristik, fungsi dan mekanisme kerja dari institusi “prayaan” sebagai bentuk lembaga kerjasama tradisional yang memadukan prinsip ekonomi pasar dan prinsip keeratan hubungan sosial dilaporkan dalam studi yang dilakukan Subejo (2004)

[4] Laporan-laporan hasil studi tim World Bank tentang social capital dengan kasus di berbagai masyarakat di berbagai negara dapat diakses melalui http://worldbank.org/poverty/scapital/

Tidak ada komentar: