Jumat, 08 Februari 2008

KE DEPAN SATU DESA SATU PENYULUH PERTANIAN

KE DEPAN SATU DESA SATU PENYULUH PERTANIAN

*) Cucuk Redono, SP., MP.

Kesejahteraan petani selalu menjadi issue utama dalam setiap pembahasan yang menyangkut pembangunan pertanian, namun kesejahteraan itu belum juga dinikmati para petani sampai saat ini. Oleh karena itu pemerintah dalam hal ini departemen pertanian senantiasa berusaha mendorong percepatan pencapaian kesejahteraan petani melalui berbagai kebijakan. Salah satu kebijakan baru di bidang ketenagaan penyuluh adalah “satu desa satu penyuluh pertanian”. Untuk mewujudkan kebijakan baru ini, diperlukan tenaga penyuluh yang memadai, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Jumlah tenaga penyuluh (PNS) sampai dengan tahun 2006 adalah 29.762 orang yang tersebar di 322 kabupaten dan 80 kota dari total 349 kabupaten dan 91 kota yang ada, sedangkan jumlah desa dan kelurahan di Indonesia pada saat ini adalah 69.929, sehingga masih dibutuhkan tenaga penyuluh pertanian sebanyak lebih kurang 40.000 orang.

Untuk memenuhi kekurangan tenaga penyuluh ini, pada tahun 2007 Departemen Pertanian merekrut Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh pertanian (THL-TBPP) yang akan bekerja berdasarkan kontrak. Jumlah THL-TBPP yang akan direkrut adalah 6000 orang dengan rincian : 4000 orang dari lulusan SPP/SMK Pertanian, 1000 orang dari lulusan Program Diploma III bidang Pertanian, 600 orang dari lulusan S1 bidang pertanian dan 400 orang dari lulusan Program Diploma IV Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP).

Sejarah membuktikan bahwa penyuluhan pertanian telah memberikan kontribusi yang nyata terhadap pembangunan pertanian, terutama dalam peningkatan kemampuan atau kompetensi petani agar mereka mampu mengelola usahanya dengan produktivitas, efektivitas, efesiensi dan pendapatan yang tinggi. Melalui penyuluhan pertanian, petani juga dikembangkan kemampuannya untuk mengembangkan organisasinya sehingga menjadi organisasi sosial ekonomi yang tangguh sebagai bagian dari sistem usaha mereka.

Untuk lebih meningkatkan peran sektor pertanian, perikanan dan kehutanan, diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas, handal, dan berkemampuan manajerial, kewirausahaan dan organisasi bisnis agar pelaku pembangunan pertanian mampu membangun usahatani yang berdaya saing tinggi serta berkelanjutan, oleh karena itu kedepan penyuluh pertanian tidak hanya berperan sebagai ”saluran/channeling agent” untuk menyampaikan inovasi teknologi pertanian pada masyarakat petani, tetapi lebih diarahkan untuk menjadi motor dan motivator (development agent) dalam pemberdayaan masyarakat petani melalui kegiatan penyuluhan yang partisipatif.

Mencermati kebijakan pemerintah tentang rekrutmen tenaga bantu penyuluh pertanian ini, seyogyanya kita perlu memberi respon positif, karena di satu sisi upaya peningkatan kuantitas dan kualitas penyuluh pertanian menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menangani masalah penyuluhan pertanian yang baru saja bangun setelah sekian lama tertidur pulas, disisi lain merupakan upaya mengurangi pengangguran pertanian terdidik yang selama ini jumlahnnya cukup banyak. Hal ini sesuai dengan Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (RPPK) yang telah dicanangkan Presiden pada tanggal 11 Juni 2005, dalam rangka triple track strategy, yang meliputi : (1) pengurangan kemiskinan, (2) pengurangan pengangguran dan (3) peningkatan daya saing ekonomi nasional.

Berbicara tentang kebijakan pemerintah ”satu desa satu penyuluh pertanian”, dengan mengesampingkan apakah tenaga penyuluh itu berstatus kontrak maupun PNS, jika dikalkulasi secara matematik, maka apabila setiap tahun pemerintah mampu merekrut tenaga penyuluh rata-rata 6.000 orang, maka kebutuhan tenaga penyuluh sebanyak lebih kurang 40.000 orang itu akan terpenuhi pada tahun 2013. Pertanyaan yang muncul adalah : Mampukah pemerintah mempertahankan kebijakan luhurnya itu ?, sementara untuk merekrut tenaga harian lepas tenaga bantu penyuluh pertanian memerlukan biaya yang cukup besar, negara sedang ditimpa musibah bertubi-tubi, pesta politik tidak lama lagi akan diselenggarakan yang mau tidak mau akan mempengaruhi kebijakan pemerintah tersebut, misalnya tradisi setiap ganti menteri cenderung ganti kebijakan dan faktor-faktor lain yang menghadang. Pertanyaan berikutnya adalah sampai kapan THL-TBPP ini akan dikontrak ? tentu hal ini sedang dipikirkan oleh pemerintah.

UU Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (UU SP3K) bab VI pasal 20 ayat (1) mengatakan bahwa penyuluhan dilakukan oleh penyuluh PNS, penyuluh swasta, dan/atau penyuluh swadaya. Terkait dengan THL-TBPP, maka kelompok ini tergolong yang mana ? apapun jawabannya yang jelas belum terwadahi didalam UU SP3K. Sementara THL-TBPP tidak dijamin untuk diangkat sebagai Penyuluh PNS. Hal demikian memang menggambarkan betapa beratnya PR pemerintah untuk meluluskan kebijakannya yang sungguh amat membanggakan para insan penyuluhan itu.

Apapun kondisinya kita patut bersyukur, karena langkah demi langkah, upaya meniti jembatan hijrah dibidang penyuluhan pertanian telah dibuktikan oleh pemerintah, baik melalui revitalisasi penyuluhan pertanian, pencanangan tahun kebangkitan penyuluhan pertanian, pengundangan UU SP3K, dan kebijakan-kebijakan lainnya. Terwujudnya satu desa satu penyuluh pertanian adalah merupakan obsesi pemerintah dibidang penyuluhan pertanian kedepan yang patut mendapat dukungan dari semua pihak. Keberlanjutan tenaga harian lepas tenaga bantu penyuluh pertanian didalam memberikan kontribusinya, mengabdikan dirinya kepada negeri tercinta ini adalah harapan besar kita semua.

*) Dosen Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian

Jurusan Penyuluhan Pertanian Yogyakarta

Tidak ada komentar: